4 CONTOH TEKS CERITA FANTASI (materi revisi)
KEKUATAN EKOR BIRU NATAGA
oleh Ugi Agustono
Seluruh
pasukan Nataga sudah siap hari itu. ia membagi tugas kepada seluruh
panglima dan pasukannya di titik-titik yang sudah ditentukan. Seluruh binatang
di Tana Modo tampak gagah dengan keyakinan di dalam hati, mempertahankan milik
mereka. bagaimana tidak, Tana modo akan mengukir sejarah besar di hati seluruh
binatang.. Mereka akan berjuang hingga titik darah penghabisan untuk membela
tanah air tercinta.
Saat yang ditunggu pun tiba. Mulai terlihat bayangan
serigala-serigala yang hendak keluar dari kabut. Jumlah pasukan cukup banyak.
Ia dan seluruh panglima memberi isyarat untuk tidak panik.
bala tentara siluman serigala mulai menginjak Pulau Tana Modo,
susulmenyusul bagai air. Tubuh mereka besar-besar dengan sorot mata tajam. roman muka mereka penuh dengan angkara murka dan kesombongan, disertai lolongan
panjang saling bersahutan di bawah air hujan. Mereka tidak menyadari bahaya
yang sudah mengepung. Semua binatang tetap tenang menunggu aba-aba dari Nataga.
“Serbuuuu
…!” teriak Nataga sambung-menyambung dengan seluruh panglima.
Pasukan terdepan dari binatang-binatang hutan segera mengepung para
serigala dengan lemparan bola api. Pasukan serigala sempat kaget, tak percaya. Tidak sedikit korban yang jatuh di pihak serigala karena lemparan bola api.
Namun, pemimpin pasukan tiap kelompok serigala
langsung
mengatur kembali anak buahnya pada posisi siap menyerang. semuanya terbahak-bahak mengejek binatang-binatang ketika banyak bola api yang padam sebelum mengenai
tubuh mereka. juga dengan kekuatan mereka, mereka meniup bola api yang
terbang menuju arah mereka.
“Hai
....! Percuma saja kalian melempar bola api kepada kami!” ungkap serigala
dengan sorot mata merah penuh amarah.
Binatang-binatang tidak putus asa. Tetapi, jumlah kawanan serigala dua kali lipat bahkan lebih dari pasukan binatang, mulai bergerak maju,
seolah hendak menelan binatang-binatang yang mengepung. Binatang-binatang yang
pantang menyerah juga tidak takut dengan gertakan para serigala.
“Gunakan
kekuatan ekormu, Nataga!” bisik Dewi Kabut di telinga Nataga.
Nataga sempat bingung dengan kata-kata Dewi Kabut. sebab banyak
bola api yang padam, Nataga segera memberi aba-aba berhenti melempar dan mundur
kepada seluruh pasukan.
Sekonyong-konyong, Nataga, pemimpin perang seluruh binatang di Tana Modo,
segera melesat menyeret ekor birunya. tanpa sadar keluar api besar dari ekornya. Ia mengibaskan api pada ekornya yang keras, membentuk lingkaran
sesuai tanda yang dibuat oleh semut, rayap, dan para tikus. Kemudian, ia melompat
bagai kilat dan mengepung serigala dalam api panas. Kepungan api semakin luas.
Serigala-serigala tak berdaya menghadapi kekuatan si ekor biru. Sorak-sorak kepanikan dan kesakitan terdengar dari serigala-serigala yang terbakar. Ia tidak
memberi ampun kepada para serigala licik itu.
Akhir pertempuran Nataga segera menuju ke atas bukit, bergabung
dengan seluruh panglima. Teman-temannya memandang Nataga
dengan haru dan tersenyum mengisyaratkan hormat dan bahagia.
Ugi Agustono The Little Dragon
Ruang Dimensi Alpha
Karya: Ratna Juwita
“Kau
harus membawanya kembali!” Erza berteriak kalang kabut. Aku gugup. Bingung. Tidak tahu apa yang harus kulakukan, sedangkan manusia dengan wajah setengah kera itu
memandang sekeliling. Manusia purba itu menemukanku ketika aku memasuki dimensi
alpha. Tanpa kusadari ia mengikutiku. Dalam waktu 12 jam Manusia purba itu akan mati jika tidak kembali
“Aku
harus membawa dia kembali!” teriakku.
Ia menghempaskan tubuhnya pada meja kontrol laboratorium dengan
kesal. Ardi berteriak lantang ”Jangan main-main Don!” Ardi menatapku dengan
tajam. “Sedangkan..,” Ia tercekat, “Aku tahu Er kita tinggal punya waktu 8
jam”. Aku terus berusaha meyakinkan sahabat-sahabatku.
“ Bila kamu mengembalikan manusia purba melebihi 8 jam, berarti
tamat riwayatmu.” Kembali Erza dan Ardi menatapku tajam.
Aku mengotak-atik komputer Luminaku dengan cepat. Aku memutuskan
untuk tetap mengembalikan manusia purba itu.
“Sistem
oke!”
Manusia purba itu harus hidup. Setiap mahkluk berhak untuk hidup.
Aku yang membawanya, aku juga yang harus mengembalikannya. Ayah ibuku tak
pernah mengajarkanku untuk melarikan diri sesulit apapun masalah yang kuhadapi.
Aku tekan tombol ‘run’ pada layar monitor Lumina di depanku dan
diikuti gelombang biru mirip Aurora memenuhi ruangan. Gerbang Asteroid terbuka
lebar, memberikan ruang cukup untuk kulewati bersama manusia purba itu. Ruangan
penuh asap dengan pohon-pohon yang meranggas. Hampir 8 jam, manusia purba tetap
memegang tanganku. Kurang 10 menit aku
lepaskan
tangan manusia purba. Aku genggam erat dan aku lari menuju lorong dimensi alpha. Aku masih di lorong dimensi alpha sedangkan kurang 10 menit lagi waktu yang tersisa.
Aku berpikir ini takdir akhir hidupku. Tiba-tiba kudengar teriakan keras dan
goncangan hebat. Aku terlemapar kembali ke laboratoriumku.
Alarm
berbunyi. Gelombang dimensi alpha semakin mengecil.
Badanku lemas seakan rontok semua sendiku. Aku menengadah dan
kulihat sahabat-sahabatku mengelilingiku. Semua alat di laboratorium ini pecah
berantakan. Tinggal laptop Luminaku yang masih menyala.
“Ardi
maafkan aku! Maaf telah merusak labolatorium untuk penelitian ini,” kataku
mengiba.
“Tidak mengapa asalkan dirimu bisa selamat,” Ardi memelukku dengan
erat. Kulihat Erza membawa air minum untukku. Tak kusangka aku bisa berhasil
dikembalikan dan hidup lagi secara biasa. Ia itu juga berhasil
kembali ke habitatnya pada 500 tahun sebelum masehi. Aku dapat melihatnya
dengan jelas di layar laptop. Ia itu tersenyum sambil melambaikan
tangan ke arahku.
Berlian Tiga Warna
Oleh Fanisa Miftah Riani
Anika mendapatkan tiga kotak berwarna ungu, biru, dan kuning di kamar
ibunya. Ibunya mengatakan, jika ada tiga sahabat yang menyukai warna seperti pada
kotak itu akan mendapatkan petualangan indah dan sekaligus mendapatkan berlian
itu. Tapi waktu yang diberikan untuk berpetualang hanya satu jam. Anika
menyukai warna ungu. Tamika, teman dekat Anika,
menyukai
warna biru. Dan Chika menyukai warna kuning.
“Saya ingin mencoba petualangan indah itu Bu. Aku punya sahabat yang
menyukai warna itu,” Anika meyakinkan ibunya.
Dengan kesepakatan ketiga sahabat itu berkumpul di rumah Anika. Semua masuk ke kamar Anika yang serba Biru pada Minggu
pukul 6 mereka . Di kamar Anika
serasa ada di langit.
“Mari kita buka kotak masing-masing sesuai dengan warna kesukaan. Sekarang
kita buka satu… dua… tiga!!!”
“UUUUUWAU,” lima detik kemudian mereka terlempar di gerbang sebuah
kerajaan. Semuanya terkejut karena di hadapannya berdiri seorang ratu yang
seluruh tubuhnya dihiasi berlian.
“Selamat datang di negeri kami, peramal kerajaan mengatakan bahwa
akan datang tiga anak yang akan menyelamatkan putri kami. Saya mempunyai anak
yang bernama Candy. Candy tertidur sejak dua tahun yang lalu dikarenakan ia
memakai tiga kalung berlian sekaligus,” Setetes air mata pun jatuh dari wajah
Sang Ratu. “Tolong selamatkan puteriku,”
“Ta…ta…tapi…” Karena mereka
berdua membayangkan akan bersenang-senang dalam petualangannya, Cika dan Tamika memprotes bersamaan
“Mereka sedang menghadapi masalah, Cika, Tamika ayo kita tolong Puteri, ,” Anika mantap menjawab sambil menarik dengan paksa kedua tangan
sahabatnya yang masih ragu.
“Itu puteri Candy,” Anika berlari menuju puteri tempat tidur Candy.
Dengan ragu Tamika dan Cika ikut mendekat.
“Ayo kita ambil sesuai warna!” Anika menjelaskan. “Baik!” Jawab
Tamika dan Cika serempak. Setelah itu…
“Hoooaaii…” Putri Candy menguap. Pelan-pelan matanya terbuka.
“Oh!
Terima kasih! Terima kasih! Sebagai hadiahnya ambil ini!” Ratu memeluk ketiga
gadis itu lalu memberikan tas yang lumayan besar.
“Terimalah ini sebagai ungkapan terima kasih kami,” Ratu berucap
penuh haru. Dengan cepat Tamika dan Chika menyahut tas yang diberikan Ratu.
Tapi mereka berdua tidak kuat mengangkat tas besar itu.
“Kita harus segera pergi waktu kita tinggal 15 menit lagi ,” Anika
berteriak. “Kita tidak bisa membawa tas berisi berlian ini,” kata Tamika dan
Chika hampir bersamaan. “Tinggalkan saja tas itu yang penting kita harus keluar
dari kerajaan ini,” tegas Anika.
Anika menarik kedua tangan sahabatnya untuk menyatukan ketiga kotak
berlian tiga warna. Dan buuumm...! Mereka terlempar kembali ke atas tempat
tidur Anika.
“Gagal
total petualangan kita karena kita meninggalkan satu tas besar isi berlian
itu,” Tamika berteriak ke arah Anika.
“Kamu menyia-nyiakan rejeki yang ada di depan kita,” Chika
menimpali dengan keras.
Anika
dengan tenang memegang kedua tangan sahabatnya.
“Kita tidak gagal dan kita tidak sia-sia. Kita telah menyelamatkan diri kita sendiri dan berhasil
menolong orang lain . Untuk apa setumpuk berlian
tapi riwayat kita tamat?” Anika menggenggam erat tangan sahabatnya. Tamika dan
Chika menyambut erat genggaman tangan Anika. Ketiga sahabat itu saling
merangkul.
Belajar dengan Gajah Mada
Minggu pagi yang cerah Ardi, Handi, dan Dani berada di Candi
Trowulan. Mereka merupakan siswa pilihan dari sebuah SMP yang sedang melakukan
tugas pengamatan untuk karya ilmiah remaja. Di tengah keramaian orang yang
sedang berwisata, mereka sibuk menyelesaikan laporannya.
“Tolooong,“ tiba-tiba terdengar suara Handi berteriak minta tolong.
Dani dan Ardi yang berada tidak jauh dari tempat itu segera berlari
menghampiri. Alangkah terkejutnya mereka berdua melihat Handi berada di sebuah
lubang dan hanya kelihatan tangannya. Dengan reflek Ardi dan Dani menarik berusaha
menolong Handi. Tapi “Aaahh...! didengar teriakan keras dan mereka bertiga
terseret masuk ke lubang itu.
“Dimana kita??” Seraya menatap tembok sekelilingnya yang memancarkan kemilau keemasan. Ardi bertanya
“Tempat
apa ini?” Handi dan Dani bertanya hampir bersamaan.
Tiba-tiba,
di hadapan mereka, muncul laki-laki bertubuh kekar.
“Kalian bertiga saya panggil untuk menemui leluhurmu!” laki-laki
tegap itu berujar dengan penuh wibawa. Ketiga anak itu terbelalak.
“Sii
aa .. pa Bapak?” sambil gemetar Handi memberanikan diri untuk bertanya.
“Aku yang berjanji tak akan makan buah palapa sebelum Nusantara
bersatu,” jawab laki-laki itu dengan mata tajam menatap ke arah tiga anak yang
masih ketakutan itu.
“Gaajah Maada ...!” suara ketiganya seperti tercekat. “betul akulah Gajah Mada yang sejak muda berusaha keras berlatih untuk menjadi orang
berguna,” suara laki-laki itu dengan sangat berwibawa.
“Apa yang sudah kamu lakukan untuk menyiapkan dirimu agar menjadi
orang berguna,” mata laki-laki itu lekat menatap Handi. Kemudian dia beralih
memegang bahu Ardi dan Dani.
“Aku berusaha menjadi juara kelas dengan belajar tiap hari,” Ardi menjawab agak
terbata-bata.
“Aku belajar tiap malam sehingga saya selalu rangking satu di sekolah,” Handi menyahut.
“Aku les semua mata pelajaran sehingga selalu mendapat prestasi
Matematika tertinggi di kelasku,” Dani menimpali jawaban teman-temannya.
“Kurang, kalian semua harus menambahkan jawaban lagi dengan
benar untuk dapat dikembalikan ke tempat semula,” laki-laki itu semakin
mendekat. Mereka berpikir keras untuk mengungkapkan hal terbaik apa
yang telah diperbuat selama ini. Setelah satu jam berpikir keras Handi membuka
pembicaraan.
“Saya selalu berusaha untuk tidak terlambat datang ke sekolah dan
menyelesaikan tugas tepat waktu,” Handi memulai mengajukan ide.
“Aku berusaha bekerja keras dan tidak mencontek waktu ujian,” kata-kata Ardi
meluncur deras.
“Saya mendengarkan teman yang berbeda pendapat dan meresponnya
dengan santun,” Dani bertutur dengan lancar.
Selesai Dani menyelesaikan kalimatnya, terdengar dentuman keras.
Buuuum...! Seakan ada yang mengangkat mereka bertiga tiba-tiba sudah kembali
berada di area Candi Trowulan tempat mereka melakukan pengamatan. Ketiganya
mengusap mata. Seakan tidak percaya mereka saling berangkulan.
“Benar kata Gajah Mada tadi...” Handi berucap lirih. “Iya kita
tidak cukup hanya hanya dengan pintar” Ardi berkata hampir tak terdengar.
“Benar kita harus memiliki perilaku yang baik...” Dani berteriak
lantang sambil menyeret kedua temannya menuju area candi yang harus diamati.
Mereka bertiga bertekad menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Seperti biasanya
mereka bekerja keras untuk menghasilkan sebuah karya.